Karbon dioksida (CO2) : Efek dan Penanganannya
Karbon dioksida adalah senyawa kimia
yang terdiri dari dua atom oksigen terikat kovalen dengan atom karbon.
Berbentuk gas pada temperatur dan tekanan standar dan berada di
atmosfer. Konsentrasi karbon dioksida di atmosfer bumi ± 387 pp.Tetapi
jumlah bervariasi tergantung lokasi dan waktu. Karbon dioksida adalah
gas rumah kaca yang penting karena mampu menyerap gelombang inframerah.
Karbon dioksida diproduksi oleh hewan, tumbuh-tumbuhan, fungi, dan
mikroorganisme dalam respirasi dan dipergunakan tanaman pada
fotosintesis. Sehingga karbon dioksida termasuk komponen yang penting
dalam siklus karbon. Karbon dioksida juga dihasilkan dari pembakaran
bahan bakar fosil. Karbon dioksida anorganik dikeluarkan dari gunung
berapi dan proses geotermal lainnya seperti pada mata air panas.
Karbon dioksida tidak berbentuk cair pada tekanan di bawah 5,1 atm
tetapi berbentuk padat pada temperatur di bawah -78 °C. Dalam bentuk
padat, karbon dioksida disebut es
kering.CO2 adalah oksida asam. Larutan CO
2 mengubah warna litmus dari biru menjadi merah muda.
Bagian terbesar dari karbon yang berada di
atmosfer Bumi adalah gas karbon dioksida(CO
2).
Meskipun jumlah gas ini merupakan bagian yang sangat kecil dari seluruh
gas yang ada di atmosfer (hanya sekitar 0,04% dalam basis molar,
meskipun sedang mengalami kenaikan), namun ia memiliki peran yang
penting dalam menyokong kehidupan. Gas-gas lain yang mengandung karbon
di atmosfer adalah
metan dan
kloroflorokarbon atau CFC (CFC ini merupakan gas artifisial atau buatan). Gas-gas tersebut adalah
gas rumah kaca yang konsentrasinya di atmosfer telah bertambah dalam dekade terakhir ini, dan berperan dalam
pemanasan global.
Karbon diambil dari atmosfer dengan berbagai cara:
- Ketika matahari bersinar, tumbuhan melakukan fotosintesa untuk mengubah karbon dioksida menjadi karbohidrat, dan melepaskan oksigen
ke atmosfer. Proses ini akan lebih banyak menyerap karbon pada hutan
dengan tumbuhan yang baru saja tumbuh atau hutan yang sedang mengalami
pertumbuhan yang cepat.
- Pada permukaan laut ke arah kutub, air laut menjadi lebih dingin dan CO2 akan lebih mudah larut. Selanjutnya CO2 yang larut tersebut akan terbawa oleh sirkulasi termohalin yang membawa massa air di permukaan yang lebih berat ke kedalaman laut atau interior laut (lihat bagian solubility pump).
- Di laut bagian atas (upper ocean), pada daerah dengan
produktivitas yang tinggi, organisme membentuk jaringan yang mengandung
karbon, beberapa organisme juga membentuk cangkang karbonat dan
bagian-bagian tubuh lainnya yang keras. Proses ini akan menyebabkan
aliran karbon ke bawah (lihat bagian biological pump).
- Pelapukan batuan silikat. Tidak seperti dua proses sebelumnya,
proses ini tidak memindahkan karbon ke dalam reservoir yang siap untuk
kembali ke atmosfer. Pelapukan batuan karbonat tidak memiliki efek netto
terhadap CO2 atmosferik karena ion bikarbonat yang terbentuk
terbawa ke laut dimana selanjutnya dipakai untuk membuat karbonat laut
dengan reaksi yang sebaliknya (reverse reaction).
Karbon dapat kembali ke atmosfer dengan berbagai cara pula, yaitu:
- Melalui pernafasan (respirasi) oleh tumbuhan dan binatang. Hal ini merupakan reaksi eksotermik dan termasuk juga di dalamnya penguraian glukosa (atau molekul organik lainnya) menjadi karbon dioksida dan air.
- Melalui pembusukan binatang dan tumbuhan. Fungi atau jamur dan bakteri
mengurai senyawa karbon pada binatang dan tumbuhan yang mati dan
mengubah karbon menjadi karbon dioksida jika tersedia oksigen, atau
menjadi metana jika tidak tersedia oksigen.
- Melalui pembakaran
material organik yang mengoksidasi karbon yang terkandung menghasilkan
karbon dioksida (juga yang lainnya seperti asap). Pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, produk dari industri perminyakan (petroleum), dan gas alam
akan melepaskan karbon yang sudah tersimpan selama jutaan tahun di
dalam geosfer. Hal inilah yang merupakan penyebab utama naiknya jumlah
karbon dioksida di atmosfer.
- Produksi semen. Salah satu komponennya, yaitu kapur atau gamping atau kalsium oksida,
dihasilkan dengan cara memanaskan batu kapur atau batu gamping yang
akan menghasilkan juga karbon dioksida dalam jumlah yang banyak.
- Di permukaan laut dimana air menjadi lebih hangat, karbon dioksida terlarut dilepas kembali ke atmosfer.
- Erupsi vulkanik atau ledakan gunung berapi akan melepaskan gas ke atmosfer. Gas-gas tersebut termasuk uap air,
karbon dioksida, dan belerang. Jumlah karbon dioksida yang dilepas ke
atmosfer secara kasar hampir sama dengan jumlah karbon dioksida yang
hilang dari atmosfer akibat pelapukan silikat; Kedua proses kimia ini
yang saling berkebalikan ini akan memberikan hasil penjumlahan yang sama
dengan nol dan tidak berpengaruh terhadap jumlah karbon dioksida di
atmosfer dalam skala waktu yang kurang dari 100.000 tahun.
Pencemaran Udara Oleh Kadar Karbondioksida yang Berlebih
Karbondioksida, suatu gas yang penting, tetapi keberadaannya yang
tidak seimbang akan membuat fenomena alam yang mampu merusak bumi. Mulai
dari tenggelamnya beberapa pulau di dunia sampai musnahnya beberapa
jenis spesies di bumi. Oleh karena itu kadar konsentrasi karbondioksida
yang sesuai harus
dipertahankan.Dan komposisi karbondioksida dalam udara bersih seharusnya adalah 314 ppm.
Karbondioksida yang berlebihan efeknya :
- Melubangi lapisan Ozon
- Efek rumah kaca, cahaya & panas matahari yang masuk kebumi tidak dapat di lepas ke luar angkasa secara kosmis.
- Meningkatkan suhu bumi secara global beberapa derajat
- Mencairkan es kutub sehingga meningkatkan permukaan air laut
Saat ini, pemanasan global telah menjadi isu global yang semakin
penting di dunia dan diketahui telah menyebabkan beberapa dampak negatif
bagi kehidupan manusia. Salah satu indikator yang digunakan dalam
menganalisis isu pemanasan global adalah bertambahnya gas rumah kaca,
terutama gas CO2, secara cepat akibat kegiatan manusia. Sejauh ini,
berbagai upaya telah mulai dilakukan oleh manusia untuk mengurangi
dampak pemanasan global, seperti program penanaman kembali (reboisasi),
penghematan energi, penggunaan energi baru dan terbarukan, dan
pemanfaatan berbagai teknologi
carbon capture and storage (CCS).
Reboisasi
Salah satu cara untuk mereduksi keberadaan kadar karbondioksida yang
berlebih adalah dengan penghijauan.Beberapa tanaman akan sangat baik
dalam penyerapan CO
2. Widyastama (1991)
dalam Dahlan (1992) menyatakan bahwa tanaman yang baik sebagai penyerap gas CO
2 adalah damar (
Agathis alba), daun kupu – kupu (
Bauhinia purpurea), lamtoro gung (
Leucaena leucocephala), akasia (
Acacia auricoliformis) dan beringin (
Ficus javanica).
Menurut Sugiarti (1998), Flamboyan (Delonix regia) dan kembang merak
(Caesalpinia pulcherrima) merupakan tanaman yang efektif dalam menyerap
gas karbondioksida dan sekaligus relatif kurang terganggu oleh
pencemaran udara. (Sumber Rosa 2005).
Setiawati (2000) dalam Abrarsyah (2002) menyebutkan bahwa tanaman
yang tergolong tahan terhadap pencemaran kendaraan bermotor adalah
kembang merak, trembesi, angsana, asam londo, flamboyan, kupu – kupu,
saputangan, kaliandra, sengon, nyamplung, kenanga, mahoni, eboni, krey
payung, kesumba, glodokan, akasia aurikuliformis dan salam. Adapun
tanaman yang tergolong sangat tahan terhadap pencemaran kendaraan
bermotor adalah akasia mangium, sawo kecik, kayu manis, kayu putih,
beringin dan kenari diacu dalam (Abrarsyah 2002)
Startegi Menurunkan Emisi Karbon
15 strategi untuk menurunkan emisi karbon. Setiap strategi, jika
dilakukan dalam waktu 50 tahun, akan dapat mengurangi emisi karbon
sebesar 1 milyar ton karbon per tahun. Stategi tersebut antara lain:
- Meningkatkan efisiensi bahan bakar bagi 2 milyar mobil menjadi dua kali lipat ( dari 30 mil per galon menjadi 60 mil per galon).
Indonesia harus siap dengan kendaraan yang berbahan bakar alternatif, seperti gas, air, dan udara.
- Mengurangi setengahnya jarak rata-rata per tahun yang ditempuh
setiap mobil (dari 10.000 mil ke 5.000 mil). Bisa juga melalui
pengembangan transportasi massal.
Faktanya transportasi masal di Indonesia masih banyak menggunakan bahan-bakar dengan tingkat polutan yang sangat tinggi.
- Meningkatkan efisiensi bangunan (heating, cooling, lighting and aplikasi elektronik lainnya) sebesar 25%.
- Meningkatkan efisiensi pembangkit listrik tenaga batubara dari 40% ke 60%
Masih jarang nih di Indonesia yang memakai Batubara.Tetapi batubara
walaupun polutannya rendah tapi pelepasan karbonnya cukup banyak.
- Menangkap dan menyimpan karbon di bawah tanah dari 800 pembangkit
atau pabrik skala besar berbahan bakar batu bara atau 1.600 pembangkit
atau pabrik skala besar berbahan bakar gas.
- Memproduksi bahan bakar hidrogen dari turunan batu bara/bahan bakar fosil bagi satu milyar mobil.
- Memproduksi bahan bakar sintetik dari turunan batu bara sebesar 30 juta barrel per hari.
- Menggantikan 1.400 pembangkit listrik tenaga batubara skala besar (1 milyar watt) dengan pembangkit listrik tenaga gas.
- Meningkatkan kapasitas pembangkit tenaga nuklir menjadi tiga kali lipat.
- Meningkatkan pembangkit listrik tenaga angin sebesar 25 kali
kapasitas yang ada sekarang (atau 2 juta pembangkit tenaga angin
kapasitas 1 megawatt).
- Meningkatkan listrik tenaga surya sebesar 700 kali kapasitas yang
ada sekarang (atau 2000 gigawatt). Ini merupakan energi alternatif yang
sangat potensial di Indonesia
- Meningkatkan pembangkit hidrogen tenaga angin, untuk membuat bahan
bakar hidrogen bagi mobil, sebesar 50 kali kapasitas yang ada sekarang.
- Meningkatkan produksi biofuel sebesar 50 kali kapasitas yang ada sekarang.
- Menghentikan penggundulan hutan atau deforestasi, dan merehabilitasi
atau menghutankan kembali 400 juta hektar lahan di daerah temperata
atau 300 juta hektar lahan di daerah tropis.
- Memperluas upaya konservasi tanah tanah pada semua lahan pertanian.
Status emisi karbon global pada 2007 adalah 8 milyar ton per
tahun.Tanpa ada upaya untuk menguranginya, pada tahun 2057 akan mencapai 16 milyar ton per tahun. Berarti menaikan suhu bumi 5 derajat
celcius.Jika
kita menjalankan 8 strategi di atas maka suhu bumi naik 3 derajat. Jika
menjalankan 12 strategi maka suhu bumi hanya naik 2 derajat, batas aman
kenaikan suhu bumi yang tidak ingin dilampaui oleh para
ilmuwan.Idealnya tentu menjalankan ke 15 strategi tersebut sehingga
kenaikan suhu bumi berada di bawah 2 derajat.
Penanganan Karbondioksida yang Berasal dari Pembakaran Bahan Bakar Fosil
Masalah utama yang menjadi pembicaraan ilmuan seluruh dunia adalah
resiko terjadinya pemanasan global. Gas-gas yang terjadi secara alami di
atmosfer membantu mangatur suhu bumi dan menangkap radiasi lain atau
dikenal sebagai
green house effect (efek rumah kaca). Kegiatan
manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil, menghasilkan gas rumah
kaca yang pada akhirnya berakumulasi di atmosfer. Pembentukan gas
tersebut menyebabkan terjadinya efek rumah kaca yang dapat menyebabkan
pemanasan global dan perubahan iklim.
Batu bara adalah salah satu sumber emisi gas rumah kaca yang
ditimbulkan oleh kegiatan-kegiatan manusia. Gas rumah kaca yang terkait
dengan batu bara termasuk metana, karbon dioksida, dan oksida nitro. Gas
metana keluar dari tambang batu bara dalam, sedangkan karbon dioksida
dan oksida nitro keluar dari batu bara yang digunakan untuk
membangkitkan listrik atau proses industri seperti produksi baja dan
pabrik semen.
Penggunaan energi batu bara juga tidak luput dari penyebab munculnya polusi seperti oksida belerang dan nitrogen (SO
x dan NO
x), serta partikel dan unsur lain seperti merkuri. Masalah yang baru adalah emisi karbon dioksida (CO
2). Lepasnya CO
2
ke atmosfer dari aktivitas manusia atau sering disebut emisi
antropogenik memiliki keterkaitan dengan pemanasan global. Pembakaran
bahan bakar fosil adalah sumber utama dari emisi antropogenik dai
seluruh dunia.
Untuk mananggulangi permasalahan yang muncul dari penggunaan batu bara, kemudian muncul
clean coal technology
(CCT) yang merupakan salah satu teknologi yang mampu meningkatkan
kinerja lingkungan batu bara. Teknologi tersebut mengurangi emisi,
limbah, dan meningkatkan jumlah energi yang diperoleh dari setiap ton
batu bara.
Pemilihan teknologi tergantung pada tingkat pertumbuhan ekonomi suatu
negara. Teknologi yang mahal dan sangat maju tidak mampu diadopsi oleh
negara miskin dan berkembang.
Langkah pengurangan emisi karbon dioksida dari pembakaran batu bara
adalah pengembangan dalam efisiensi termal dari pembangkit listrik
tenaga uap. Efisiensi termal merupakan tindakan efisiensi konversi
keseluruhan untuk membangkitkan tenaga listrik. Semakin tinggi tingkat
efisiensinya maka semakin besar pula energi yang dihasilkan.
Penggunaan batu bara di masa akan datang harus mampu negurangi emisi CO
2.
Banyak metode yang dilakukan untuk mencapai hal tersebut seperti dengan
peningkatan tingkat efisiensi. Salah satu metode yang paling
menjanjikan di masa depan adalah
Carbon Capture and Storage (CCS-Tangkapan dan Penyimpanan Karbon).
CCS memungkinkan emisi karbon dioksida untuk dibersihkan dari aliran
buanga pembakaran batu bara atau pembentukan gas dan dibuang sedemikian
sehingga karbon dioksida tidak masuk ke atmosfer. Teknologi yang
memungkinkan penangkapan CO
2 dari aliran emisi telah digunakan untuk menghasilkan CO
2 murni dalam industri makanan dan kimia.
Setelah CO
2 ditangkap, penting bahwa CO
2 dapat disimpan secara aman dan permanent. Ada beberapa metode penyimpanan.
- Karbon dioksida dapat diinjeksikan ke dalam sub permukaan bumi,
teknik yang dikenal sebagai peyimpanan secara geologis. Teknologi ini
memungkinkan penyimpanan CO2 secara permanen dalam jumlah
yang besar dan teknologi ini merupakan opsi penyimpanan yang pernah
dikaji secara lengkap. Selama tapak dipilih secara hati-hati, CO2 dapat disimpan untuk waktu yang lama dan dipantau untuk memastikan tidak ada kebocoran.
- Minyak tanpa gas dan reservoir gas merupakan pilihan penting untuk
penyimpanan secara geologis. Estimasi akhir memperkirakan bahwa lapangan
minyak tanpa gas memiliki kapasitas total CO2 sebanyak 126 gigaton. Reservoir gas alam tanpa gas memiliki kapasitas penyimpanan sebanyak 800 gigaton.
- Dapat pula disimpan dalam batuan reservoir air garam jenuh dalam sehingga memungkinkan negara-negara untuk menyimpan CO2 selama ratusan tahun. Kapasitas penampungannya diperkirakan berkisar antara 400 – 10.000 gigaton.
Penyimpanan CO
2 memiliki manfaat ekonomi dengan meningkatkan produksi minyak dan metan lapisan batu bara. CO
2 dapat digunakan sebagai pendorong minyak dari strata bawah tanah. Selain itu penyimpanan CO
2 dapat
meningkatkan produksi gas metan lapisan batu bara sebagai hasil
sampingan yang sangat berharga. Dan sesuai dengan tujuan awal,
penangkapan karbon mampu mengurangi CO
2 di atmosfer dalam jumlah yang besar.
Teknologi Penyerapan Karbondioksida dengan Kultur Fitoplankton
Selain potensinya yang besar sebagai sumber bahan baku bagi energi
baru dan terbarukan, mikroalga (fitoplankton) juga dapat berperan dalam
menurunkan emisi gas CO2 di atmosfer. Mikroalga sebagai tumbuhan
mikroskopis bersel tunggal yang hidup di lingkungan yang mengandung air,
tumbuh dan berkembang dengan memanfaatkan sinar matahari sebagai sumber
energi dan nutrient anorganik sederhana seperti CO2, komponen nitrogen
terlarut dan fosfat.
Kemampuan fitoplankton untuk berfotosintesis, seperti tumbuhan darat
lainnya, dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk menyerap CO2.
Berdasar reaksi fotosintesis disimpulkan bahwa jumlah CO2 yang dipakai
oleh fitoplankton untuk fotosintesis adalah sebanding dengan jumlah
materi organik C6H12O6 yang dihasilkan.
Alasan utama pemilihan fitoplankton sebagai biota yang dapat
dimanfaatkan secara optimal untuk mengurangi emisi CO2 adalah karena
meskipun jumlah biomasa fitoplankton hanya 0,05% biomassa tumbuhan darat
namun jumlah karbon yang dapat digunakan dalam proses fotosintesis sama
dengan jumlah C yang difiksasi oleh tumbuhan darat (~50-100 PgC/th)
(Bishop & Davis, 2000). Selain itu,sistem alga diketahui mampu
menghilangkan CO2 (dan NOx) dari cerobong asap dimana untuk keperluan
itu diperlukan teknologi pembudidaya alga berupa fotobioreaktor. Dengan
teknologi fotobioreaktor ini, tingkat produktivitas alga dapat
ditingkatkan menjadi 2 hingga 5 kali lebih tinggi dari kondisi
normalnya. Gas CO2 yang keluar dari cerobong asap selanjutnya dapat
langsung disambungkan ke fotobioreaktor dan dimanfaatkan oleh alga untuk
pertumbuhannya melalui mekanisme fotosintesis.
Percobaan fotobioreaktor telah memberikan hasil dan indikasi yang
positif akan kemampuan fitoplankton dalam mereduksi kandungan CO2 yang
diinjeksikan ke dalam fotobioreaktor. Fitoplankton jenis
Chaetoceros gracilis ini
terbukti mampu beradaptasi dengan pH yang lebih rendah dari kondisi
inokulasinya. Namun demikian karena percobaan ini masih dalam tahap
awal, maka percobaan-percobaan selanjutnya serta
penyempurnaan-penyempurnaan masih perlu dilakukan agar dapat dihasilkan
data yang lebih baik sehingga tujuan dari studi ini dapat dicapai.
Padang rumput sumber biofuel unggulan masa depan.
Kebanyakan orang sudah semakin menyadari bahwa energi alternatif
pengganti bahan bakar minyak untuk kendaraan bermotor di masa depan
harus segera ditemukan dalam waktu
dekat.Para peneliti dari Universitas Minnesota berpendapat bahwa campuran dari rerumputan padang rumput adalah sumber
biofuels
yang paling baik. Mereka meyakini pendapat bahwa bahan bakar yang
terbuat dari biomass padang rumput adalah bahan bakar yang ‘karbon
negatif’, maksudnya bahwa dengan menggunakan biomass padang rumput akan
mengurangi kadar karbondioksida di atmosfer. Lain halnya dengan
menggunakan ethanol jagung atau biodiesel kedelai yang merupakan ‘karbon
positif’, yaitu penggunaannya akan menambah kadar karbondioksida pada
atmosfer. Para peneliti tersebut bahkan berpendapat bahwa dengan
memproduksi bahan bakar yang terbuat dari rerumputan di tanah/ladang
yang sudah tidak layak tanam untuk pertanian, akan mengurangi emisi
karbondioksida global sampai 15%. Walaupun pendapat ini tentu saja masih
mendapatkan sanggahan dari ahli lainnya.
David Tilman, seorang profesor ekologi dari Universitas Minnesota dan
direktur dari Cedar Creek Natural History Area, merupakan ketua dari
proyek riset ini. “Biofuels yang dibuat dari campuran keanekaragaman
tanaman padang rumput bisa mengurangi pemanasan global dengan
menyingkirkan karbon dioksida dari atmosfer.” Juga kalau ditanam di atas
tanah tidak subur, mereka bisa menyediakan sebagian besar keperluan
energi global, dan membiarkan tanah yang subur untuk produksi makanan,
ujar Tilman.
Berdasarkan pada 10 tahun penelitian di
Cedar Creek Natural History Area,
studi yang dilakukan menunjukkan bahwa tanah pertanian yang ditanami
dengan campuran tanaman padang rumput yang sangat bermacam-macam dan
tanaman berbunga lain menghasilkan 238 persen lebih banyak bioenergi
rata-rata, daripada lahan sama yang ditanami dengan berbagai tanaman
padang rumput satu spesies, termasuk
monocultures switchgrass.
Sebab dasar mengapa keaneka-ragaman hayati menyebabkan efisiensi yang lebih baik daripada
monocultures
sangat mudah untuk dimengerti: beberapa tanaman tumbuh selama musin
semi sedangkan yang lain bertambah besar pada musim lain, oleh sebab itu
mereka ‘melengkapi’ satu sama lain.
Apabila semua orang memperhitungkan pertumbuhan emisi gas rumah kaca
yang dihasilkan selama pertumbuhan, proses memanen, mengangkut dan
mengubah tanaman ke dalam bahan bakar — serta karbon dioksida yang
dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar— dan membandingkannya dengan
jumlah karbondioksida yang dihirup oleh tanaman-tanaman tersebut selama
proses pertumbuhan, padang rumput memiliki efisiensi 6-16 kali lebih
baik daripada biji-bijian jagung ethanol atau biodiesel.
Ini adalah perkembangan sangat besar, dan lebih baik lagi karena
rerumputan bisa berkembang dan tumbuh di daerah/ladang yang sudah tidak
layak lagi untuk digunakan sebagai lahan pertanian.
Kesimpulannya, dengan menanam beraneka ragam tanaman (rerumputan) diatas
500.000.000 hektare lahan yang sudah tidak layak pakai untuk pertanian,
di seluruh dunia, akan bisa menggantikan sekitar 13% dari konsumsi
minyak global, dan mengurangi sekitar 15% dari emisi karbon dioksida,
taksiran Tilman dan koleganya. (House of Wavega)